Seorang anak memiliki bakat bawaan khas, yang jumlahnya mungkin lebih dari satu. Saya percaya itu. Memang masih menjadi kontroversi, apakah bakat itu berasal dari bawaan sejak janin ataukah sebagiannya merupakan hasil dari stimulasi lingkungan setelah anak lahir. Saya pikir hal itu tidak perlu menjadi bahan pemikiran saya 😀 . Bagian yang menarik bagi saya adalah, bahwa bakat dan minat anak yang sudah nampak, bisa diibaratkan benih. Ia bisa tumbuh menjulang dan berbuah, atau layu, kuyu, dan mati. Semua akan banyak tergantung dari bagaimana orang-orang di sekeliling anak merawat dan menumbuhkannya.
Jasa pemeriksaan minat dan bakat kini banyak bermunculan. Mungkin berguna juga agar orang tua bisa meyakinkan diri tentang bakat anak yang mana yang akan dikembangkan. Akan tetapi, sebagai orang tua, yang sehari-hari menyaksikan dan berinteraksi dengan anak-anak, semestinya juga sudah bisa memprediksi ke mana arah minat mereka. Syaratnya, pandai dan rajin mengamati.
Namun adakalanya, minat anak terlalu sama rata dalam berbagai hal, sehingga orang tua bingung mau menguatkan bakat anak di bagian mana. Saya sendiri mengalami itu. Tapi kemudian saya mulai melihat bahwa ada beberapa aktivitas yang memiliki karakter yang sama satu sama lain. Dan dari situ kita bisa membuat daftar keterampilan khusus yang bisa ia pelajari secara intensif. Contohnya pada Luqman, pola aktivitas yang disukainya, meski bermacam-macam, ternyata bermuara pada kegiatan kinestetika. Kalau boleh saya pelesetkan, itu berarti: kinestetik dan estetika (gerak fisik dan seni).
Ia senang bergerak, sehingga kung fu dan wushu menjadi sarana penyaluran yang mengasyikkan baginya. Ia juga suka mendesain benda-benda 3D dan membuat beberapa di antaranya dalam bentuk nyata. Dan jika disempitkan lagi, jika ia membuat benda-benda 3D, maka pilihannya jatuh pada sesuatu yang bisa digerakkan atau dimainkan. Misalnya saja origami: ia kurang suka membuat origami yang hasilnya hanya diam, misal bunga, wadah, atau sejenis itu. Ia akan memilih origami yang bendanya bisa digerakkan. Demikian juga saat membuat desain lego. Dan kecenderungan itu sudah nampak sejak kecil.
Kesukaannya mengoprek dan mencoba membuat benda-benda bisa membuatnya hanyut dan asyik. Channel youtube menjadi salah satu media belajar paling utama dalam hal ini. Ia akan belajar sendiri dari video-video tutorial yang berlimpah di sana, sesuai topik atau benda yang ingin ia buat. Karakter self learner menjadi kuat. Memang, ada beberapa topik yang sempat saya hentikan karena kami melihat dampak yang kurang baik sesudah itu.
Mengenai keamanan tontonan youtube, kami memberlakukan sistem giliran dalam pemakaian laptop. Dan laptop diletakkan di ruang kerja saya dan papanya, yang kami bisa mengawasi lebih leluasa.
Kembali ke soal benih. Bakat dan minat, sekecil apapun sebaiknya senantiasa kita jadikan atau kita anggap sebagai modal yang berharga. Sawi hijau yang jika sudah dipanen terlihat gemuk, berdaun lebar, dan bisa menjadi bahan makanan, awalnya bermula dari benih kecil berupa biji. Jika biji itu tak ditanam, tak dipupuk, tak disiram, maka biji sawi pun hanya akan menjadi biji saja.
Hal itu juga berarti, kita jangan melihat apakah bakat anak itu nampak keren atau tidak, menonjol atau samar. Tanpa kerja keras kita untuk menjadikannya berkembang, semua bakat, besar atau kecil, hanya akan menjadi potensi. Lalu apa yang bisa kita lakukan? Peran kita yang terbesar dalam membantu berkembangnya bakat anak adalah memfasilitasi minat mereka, dengan tidak mengabaikan aspek pendidikan finansial. Dalam arti, anak-anak juga harus tahu dan jika anak-anak sudah besar, malah dilibatkan untuk mengatur arus pengeluaran orang tua dalam memfasilitasi mereka.
Jika anak-anak dibiarkan hanya menikmati fasilitas tanpa diberi pengetahuan tentang bagaimana orang tua mengatur anggaran, ujung-ujungnya adalah kemanjaan dan menggampangkan persoalan.