Anak yang tidak suka biologi, “terpaksa” belajar biologi. Emaknya sudah berusaha untuk menjelaskan bagian yang tidak dimengerti dengan contoh-contoh nyata. Misal, ketika membahas paku-pakuan, diambilin tanaman suplir, lau ditaruh di depannya. Ini lho, contoh tanaman yang berkembang biak dengan spora. Ngobrolin apa itu kambium, langsung potong dahan mangga dan dikupas kulit luarnya, lalu minta dia menyentuh lapisan kambiumnya, dll. Tapi dan tetapi, hal itu tidak lantas membuatnya menjadi otomatis senang biologi. Sehabis belajar dan membuat “resume”, dia melompat, dan berteriak, “Waah, belajar itu capek jugaa. Sekarang waktunya main sepeda”.
Poin buat saya:
(1) Walau belajar menyenangkan itu harus diperjuangkan, namun “guru” tak bisa memaksa anak untuk menyukai semua hal.
(2) Ketika anak berusaha melawan rasa malasnya, maka itupun merupakan pelajaran, dan kami harus hargai usahanya. Pastilah memang tidak mudah. Maka ijinkanlah ia berekspresi, berlari, atau mengungkapkan isi hatinya. Karena saat anak diam, belum tentu hatinya pasti diam. 😀