Azkia sangat senang tiap kali mendengar alunan biola, tidak terkecuali jika dimainkan para musisi jalanan di lampu merah. Minat belajar pun muncul. Alhamdulillah, sudah memasuki bulan kedua sekarang, ia punya kesempatan untuk belajar memainkan alat musik gesek itu, di salah satu sekolah musik di Bandung.
Suatu hari ia berlatih di rumah. Biasanya saya jarang menyimak, tapi saat itu kok terdengar jelas. Suara fals si biola membuat saya ingin tertawa. Tak di sangka, Azkia malah menghentikan latihannya. Waktu saya tengok ke kamar, dia sedang membenamkan kepalanya di atas bantal. Air mata berurai.
“Mamah, ah, orang yang baru belajar kan memang begitu main biolanya,”
“Kak Nisa (guru biola) waktu mainin biola ini, suaranya bagus. Tapi waktu kakak yang main, suaranya gini. Kirain karena kurang resin, ternyata bukan.” Sesenggukan, deh Si Puteri 🙂
Ibunya merasa bersalah, tapi tetap ingin ketawa.
“Mama tahu, Kak. Ketawa Mama bukan ke kakak. Lucu aja denger suara biolanya. Berarti kan memang perlu latihan terus kalau pengen bagus. Kata teman mama, anaknya juga belajar biola, dan udah setahun masih ngek ngok ngek ngok aja. Jadi memang lama kalau ingin sampai bisa.”
Saat air matanya mulai surut, Papa menimpali, “Iya, berarti belajar biola memang bisa sekaligus melatih kesabaran. Hebat dong ya para pemain biola. Orangnya sudah terlatih untuk sabar.”
Keesokan harinya, sebelum berlatih kembali, terdengar Azkia bergumam, “Sekarang aku main biola. Biarin, walaupun nanti aku nangis lagi!”. 😀
Jika anak belajar karena keinginannya sendiri, “energinya” berasal dari dirinya sendiri. Meski hambatan mungkin membuatnya menangis, tapi ia akan bangkit lagi untuk terus belajar. #Sekadar Sharing