Seiring berjalannya waktu, mencoba konsep ini dan itu, kami menyimpulkan bahwa dalam pendidikan hendaknya kita melepaskan diri dari kebakuan. Misalnya ketika beberapa orang memprotes kurikulum nasional yang sedemikian terpola, dipaksakan, dan tidak akomodatif terhadap potensi anak-anak yang beragam, maka biasanya akan muncul model-model tandingan sebagai bentuk “perlawanan” terhadap fakta tersebut. Saya tidak menuduh orang lain, bahkan kami sendiri mengalaminya :).
Mungkin ada beberapa kurikulum alternatif yang sedemikian nampak sempurna, sudah terbukukan oleh para pencetusnya, terinstitusikan dalam bentuk lembaga bahkan, namun jika asas yang kita pegang adalah menerabas kejumudan, maka semua alternatif harus dibaca juga sebagai alternatif. Karena ketika kita terjebak kepada fanatisme terhadap konsep alternatif, pada dasarnya kita hanya berpindah dari satu kejumudan ke kejumudan lainnya.
Dan ketika kita berbicara tentang dinamika, bahkan ide-ide tentang dinamika itu sendiri hendaknya tidak dianggap sebagai hal yang harus diikuti semua orang. Tugas kita masing-masing sebenarnya sangat sederhana, yaitu membuka pikiran kita sendiri sehingga mampu menangkap intisari setiap pemikiran dengan sebanyak mungkin prasangka baik, tanpa harus menghilangkan kemerdekaan berpikir kita sendiri.