Istilah homeschooling (HS) memang bisa dikatakan baru di Indonesia. Oleh karena itu, tak heran kalau pada masa awal forum diskusi HS dibuka di mailing list yahoo, teori-teori HS dan pendidikan alternatif yang dibahas para praktisi HS banyak bersumber dari luar negeri. Saya pun jadi akrab dengan nama-nama Waldorf, Charlotte Mason (CM), John Holt, dan istilah baru seperti eclectic homeschooling, afterschooling, unschooling, dan yang sejenis. Lalu, model homeschooling mana yang akhirnya kami pilih?

Ketika anak-anak masih berusia 4 tahun hingga 8 tahun, kami tidak memilih kurikulum homeschooling manapun secara khusus. Kami hanya menerapkan konsep pengasuhan dan pendidikan anak yang bersifat umum. Kegiatan berlangsung secara spontan saja, yang penting menyenangkan dan menambah keterampilan maupun pengalaman anak.
Hal yang paling kami konsentrasikan adalah input berupa bacaan. Sejak kecil (usia 1-2 tahun), kami sudah biasa membacakan buku kepada anak-anak. Dampaknya, minat baca mereka bisa terstimulasi dengan baik. Setelah anak-anak bisa membaca sendiri, mereka sudah terbiasa asyik dengan buku di sela-sela waktu kosong, baik di rumah maupun di luar rumah saat kami bepergian.
Selain bacaan, kami juga sediakan beragam CD edukatif sebagai tontonan. Banyak pelajaran sains yang lebih mudah dipahami lewat film/video. Akibatnya, pada usia yang sangat muda, anak-anak sudah dapat mengenal dan memahami beberapa istilah sains.
Hal penting lainnya yang kami berikan kepada anak-anak, adalah pengalaman berinteraksi dengan alam sekitar. Lokasi rumah kami yang dekat dengan pesawahan, sungai, dan bukit, mempermudah kami melakukan agenda tersebut. Kami ajak anak-anak berjalan ke pinggiran kampung, ke sawah, atau ke sungai.
Kami juga kenalkan kepada mereka kegiatan memelihara hewan ternak dan bermain di kebun. Anak-anak pernah memelihara ayam, burung, dan merpati. Kami juga sempat memelihara ikan di kolam buatan. Karena di samping rumah masih tersedia lahan kosong, sebagiannya kami tanami beberapa jenis sayuran, umbi, dan kacang-kacangan. Meskipun belum dalam konteks yang serius, anak-anak setidaknya pernah mengalami kegiatan bercocok tanam, bergelut dengan tanah, menyiram tanaman, mencangkul, menebarkan benih, dan memanen.
Keberadaan kebun kecil di samping dan di depan rumah juga telah mengundang aneka serangga datang. Hal itu sangat menguntungkan, karena secara tidak langsung, anak-anak memperoleh bahan baku nyata untuk berinteraksi dengan objek-objek pelajaran sains. Kupu-kupu, lebah, kumbang, aneka ulat, berupa-rupa belalang, cacing, dan banyak lagi, bisa kami temukan di kebun. Banyak di antara hewan-hewan itu sudah mereka baca informasinya di buku. Ketika semuanya hadir di depan mata, dengan mudah anak-anak mengoneksikannya dengan pengetahuan yang sudah mereka peroleh.
Anak saya yang paling kecil (Luqman), sangat senang menangkap kupu-kupu. Kadang-kadang ia menggunakan jaring, namun di lain waktu ia menangkapnya langsung dengan tangan. Ada hal unik dari kebiasaannya itu. Kupu-kupu yang ditangkapnya biasanya akan dilepas kembali. Akan tetapi, sebelum si kupu dilepas, ia akan mengelus-ngelus kepalanya selama beberapa detik, lalu ia letakkan si kupu di jari atau telapak tangannya. Alhasil, si kupu akan hinggap terdiam beberapa lama di tangannya. Setelah puas, si kupu dibiarkan terbang kembali.
Lewat kegiatan informal di kebun, anak-anak juga dapat langsung menyaksikan proses metamorfosis kupu. Mereka mengambil beberapa ulat kupu jeruk, lalu meletakkannya di dalam stoples yang ditutup kain kasa. Beberapa kali mereka menyaksikan tahapan demi tahapan dari ulat menjadi kepompong dan akhirnya menjadi kupu yang cantik. Semuanya tak hanya mereka baca dalam buku, namun langsung mereka saksikan sendiri.
Memasak
Mengolah makanan menjadi hal penting lainnya yang kami kenalkan kepada anak-anak. Kami ajak anak-anak memasak serta belajar mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang ringan-ringan. Pada usia 8-9 tahun, anak-anak mulai memasak telur, membuat mie sendiri, merebus kacang dan umbi-umbian, membuat pisang goreng, dan membuat minuman hangat. Kegiatan itu secara tidak langsung menambah rasa percaya diri mereka dan tentu saja menambah keterampilan mereka. Tanpa latihan, saya melihat, banyak anak yang sudah remaja pun gagap untuk melakukan kegiatan memasak. Akibatnya, mereka lebih dominan menyantap makanan instan dibandingkan mengolah makanan sendiri.
Setelah usia 9 tahun, kami mulai mengikutsertakan anak-anak dalam kegiatan yang diselenggarakan orang lain. Hal itu kami maksudkan agar anak-anak secara perlahan tak lagi bergantung kepada orang tuanya dan bersamaan dengan itu juga agar mereka mulai berlatih untuk membangun interaksi yang positif dalam sebuah komunitas. Mereka mulai ikut perguruan bela diri, dan si kakak juga mulai belajar piano. Sekali dalam sebulan, kadang-kadang kami juga berkumpul bersama anggota komunitas HS untuk melakukan kegiatan.
Hasta Karya
Kegiatan lain yang bersifat keterampilan tangan, seperti membuat kerajinan, menggambar, melukis, menjahit, menyulam, juga sesekali kami lakukan meski tidak terlalu serius.
Luqman, mungkin dominan dalam hal ini. Ia punya ‘passion” sendiri yang berbeda dari kakaknya. Sejak umur 4 tahun, ia sudah aktif menggunakan gunting dan bahkan membongkar sekrup roda sepeda dengan kunci. Ia rajin membuat aneka pedang dan kostum perang ala abad pertengahan. Satu ruangan bisa penuh dengan bermacam-macam pedang dari kertas.
Setelah makin besar, secara bertahap ia mulai tertarik mengolah bahan-bahan yang lebih berat, seperti kayu dan logam. Ia banyak belajar dari beberapa channel pembelajaran “woodworking” di youtube, dan sesekali mencobanya sendiri.
Pada usia 13 tahun, beruntung, kami menemukan komunitas kreator kayu di Bandung, dan mengikutsertakan Luqman di dalam salah satu workshopnya. Usai ikut workshop, tak tertahankan, ide-idenya berhamburan. Ia mencoba membuat mejanya sendiri, membuat meja dapur, meja sudut pesanan kakaknya, dan beberapa yang lainnya. Hasilnya memang belum sempurna, dan ia mengakui bahwa masih perlu belajar lagi.
Selain dunia kayu, Luqman juga menyukai komputer grafis dan programming. Saat ini ia sedang ikut program belajar arduino system. Ia semakin terinspirasi menekuni kayu dan arduino, karena mentornya di youtube juga ternyata menekuni kedua subjek pelajaran itu.
BERSAMBUNG