Suatu hari, saat menunggu Azkia les bahasa Inggris, saya dan Luqman duduk berdua di teras mushola. Letaknya tak jauh dari kelas, tempat Azkia belajar. Hujan rintik-rintik waktu itu.
Luqman tiba-tiba berkata, “Mama, aneh ya. Kalau sebuah benda yang kotor kena ke benda yang bersih, si benda yang bersih jadi kotor, tapi kalau benda bersih dicampurkan ke benda yang kotor, benda bersih tidak tetap bersih, malah jadi kotor.”
Kemudian ia nampak belum puas menjelaskan pemikirannya, “Misalnya gini ya, ada air bening di gelas, terus kita tuangkan air kotor ke dalamnya. Maka air itu berubah jadi keruh. Tapi kalau ada air kotor dan kita masukkan air bersih ke dalamnya, tidak langsung air kotor itu berubah bersih.”
Saya manggut-manggut, lalu bertanya, “Terus gimana?”
“Iya. Berarti hebat benar ya si kotor.”
Analisis ini bagi anak saya mungkin hanya berada dalam konteks materil benda kotor vs bersih, namun bagi saya, merupakan pengingat yang sangat hebat tentang memilih pergaulan dan pertemanan, memilih bacaan dan tontonan, memilih makanan dan minuman, pekerjaan, dan pilihan-pilihan hidup lainnya. Pilihan yang buruk, walau hanya sedikit kita mengambilnya, tak ada jaminan kita tidak terpapar efek keburukannya.
Bukankah ada firman Allah dalam Al Quran, “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil, dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. ” (Al Baqarah:42)
Lewat mulut anak kecil, kadang-kadang orang tua diingatkan.