Sudah banyak catatan tentang besarnya manfaat kita mengajarkan keterampilan memasak kepada anak-anak. Namun dalam praktik, ternyata bukan tanpa kendala. Kalau hanya satu dua kali sih, banyak orang bisa, tapi menjadikannya rutin, itulah yang tak mudah.
Kalau boleh saya buat daftar kendalanya, kurang lebih seperti ini:
1. Kita tak tahan melihat ketidaksempurnaan, sementara anak-anak pasti belum akan bisa sempurna. Untuk memasak, bukan hanya butuh pengetahuan tentang resep masakan, namun juga keterlatihan otot tangan. Pada awalnya, anak-anak pasti akan terlihat kaku dan kesulitan. Tapi seiring waktu insya Allah tangan-tangan mereka akan lentur dan juga kuat.
2. Kita butuh kecepatan karena didesak pekerjaan lain, sementara anak-anak pasti akan lambat pada awalnya.
3. Kita tak tahan dengan berantakan, sementara bagi anak, berantakan adalah kebahagiaan 🙂
Jadi, persoalannya seringkali ada pada kita, bukan pada anak-anak. Beberapa saran berikut ini mungkin berguna bagi kawan-kawan yang baru akan memulai mengajak anak memasak:
1. Memasaklah bersama anak untuk makan siang atau makan malam(bukan sarapan), supaya kita punya waktu lebih panjang sebelum waktu makan tiba. Terdesak waktu bisa memicu stress kita, sehingga moment keasyikan memasak bisa buyar gara-gara intonasi suara mulai tegang. 😀
2. Milikilah “meja kerja” yang ukurannya juga pas untuk anak-anak. Kehadiran meja memasak akan memberi kesan yang berbeda dibandingkan memasak di sembarang tempat. Selain untuk menanamkan disiplin, posisi duduk anak menjadi lebih ergonomis, nyaman bagi punggung dan pinggang anak. Nggak perlu mahal, yang penting nyaman.
3. Berilah anak-anak bagian pekerjaan ringan terlebih dahulu, sehingga terprediksi dia sanggup menyelesaikannya sampai selesai. Terbiasa menyelesaikan sesuai sampai selesai, akan sangat berguna dalam pembentukan disiplin diri mereka sendiri dalam hal yang lainnya. Contoh: mengupas wortel menggunakan pisau khusus kupas yang aman dipakai atau memetik bayam dari tangkainya lalu memisahkannya di dua wadah berbeda.
4. Jangan lupa, ceritakan kepada anak, apa yang hendak kita masak dan apa saja bumbu yang kita butuhkan. Anak-anak akan lebih cepat belajar membedakan aneka bumbu dapur dengan langsung menjumpainya secara fisik dibandingkan hanya melalui gambar. Mereka hafal bukan karena menghafal, namun karena sering berinteraksi. Hafal, hanyalah bonus dari intensifnya perjumpaan :D. Manfaatkan fase menyerap tanpa menyaring di tahap “golden age”.
Mudah, bukan? Selamat memasak! Jangan kaget, umur 7 atau 8 tahun, anak sudah bisa menyajikan semangkuk sayur bayam di meja saat kita mungkin sedang tak berdaya karena sakit. 🙂