Sewaktu muda, Mama saya biasa menerima pekerjaan menjahit baju. Saya dan sepupu jadi asisten ciliknya. Mama suka ngasih kesempatan kepada kami untuk mencoba mengerjakan beberapa bagian pekerjaan, dari mulai mengesom, mengobras, memasang kancing, mengelim, atau menyambungkan bagian lengan, krah, dll. Gara-gara “magang” tak resmi itu, lama-lama saya bisa menjahit walau hanya level dasar, padahal nggak belajar secara sistematis. Dan keterampilan itu sekarang berguna. Setidaknya, ketika baju anak-anak mulai perlu reparasi, saya bisa memperbaiki.
Apa pelajarannya bagi saya?
Selain mencari orang lain sebagai guru untuk menambah skill anak-anak, jangan lupa menurunkan skill bapa-ibunya dulu. Murah meriah, kan? ^_^
Sekarang hal itu saya coba praktikkan juga kepada anak-anak saya. Misalnya Azkia, ia biasa diminta papanya menginput data. Pekerjaan menjemukan yang bagi dia masih mengasyikkan. Luqman, dia sedang senang membuat logo dan icon-icon untuk toko online atau projek animasi scratch. Saat mentok dalam mengoperasikan inkscape atau GIMP ia biasa memanggil saya untuk ngajarin. Dan saya berusaha untuk tanggap merespon. Meski skill ibunya juga belum terkategori “mastah”, untuk teknik dasar ya lumayan bisa. Apalagi, setelah ikut grup Inkscape Indonesia, banyak ilmu bertambah dari sana. Sekarang dia kadang suka minta kerjaan, “Mama mau dibikinin animasi logo?”.
Demikian pula dalam hal-hal sederhana lainnya, saya kira, tidak ada alasan kita menganggapnya “nothing” sehingga enggan mengajarkannya atau menjadikannya objek magang anak-anak. Mencuci dan melipat baju, memasak, membuat kompos, membuat kue, bercocok tanam, adalah skill yang suatu hari nanti bisa jadi tak kalah bernilai. Tak usah jauh ke depan sana, hari ini pun sudah bisa kita saksikan bukti, betapa banyak jenis pekerjaan komersial baru yang basisnya bukan keahlian level tinggi, melainkan keterampilan rumahan.