Bisa dikatakan, pengalaman ini adalah tentang seni komunikasi hati dalam beternak :). Setelah kurang lebih 3 bulan kami memelihara sepasang anak ayam, anak-anak saya selalu kesulitan saat menangkap mereka untuk masuk kandang di sore hari. Pasti panggil, “Maa, tolong tangkap ayamnya.”
Saya heran, kenapa susah, karena setiap kali saya memanggil anak-anak ayam, mereka tidak lari malah mendekat. Rupaya, anak-anakku menggunakan teknik uber-uberan, sehingga ayam-ayam itu bukannya rela dimasukin kandang, tapi terus berlari.
Beberapa minggu ini saya sengaja suruh mereka melihat bagaimana ayam-ayam itu kok tidak lari sewaktu saya panggil. Luqman tertawa ngakak. “Kenapa ya, kok bisa?!”.
Saya bilang, cobain berlatih. Caranya, “Buatlah perasaan kalian senang pada mereka dan buang keinginan untuk menguber-uber. Ayam-ayam itu sepertinya tahu, lho, mana orang yang mau membuat mereka aman, dan mana yang suka mengganggu.”
Begitulah, akhirnya, setiap hari kedua anakku tertantang untuk berlatih sendiri memanggil ayam. Dan kemarin, Luqman memberi kabar baik, “Mah, Si Kakak sudah berhasil menangkap ayam betina tanpa lari-lari.” Lalu pagi tadi, Luqman juga yang memberitakan, “Mah, sekarang Ade bisa nangkap ayam jantan dan dianya nggak takut lagi.”
Jadi, pelajaran memanggil ayam supaya mau masuk kandang, telah memasuki babak baru. Proses kaderisasi sukses. Saya bisa pensiun ^_^.