Di sebuah kelas Ibu guru berkata kepada murid-muridnya, “Anak-anak, duduklah ketika kalian makan dan minum. Itu adalah sunnah Rasulullah saw.”
Anak-anak menyimak dengan khusyuk. Mereka menyimpan amanat itu baik-baik di dalam hati mereka, dan bertekad untuk mengamalkannya.
Suatu hari, sehabis berolah raga, seorang anak (sebut saja Adi) berlari menuju tempat penyimpanan bekal. Ia merogoh tas lalu mengambil botol minumnya. Air yang segar membasahi tenggorokannya yang kering. Rasa haus yang teramat sangat membuatnya lupa tentang sunnah duduk ketika minum.
Belum selesai ia minum, tiba-tiba terdengar teriakan lantang, “Hei teman-teman, Si Adi minum sambil berdiri!”
“Huuh… ha ha ha….” teman-teman Adi tertawa bersahut-sahutan.
Muka Adi memerah. Botol air di tangannya terhempas. Matanya menghangat. Satu dua butiran bening meleleh di pipinya.
Bu Guru datang tergopoh-gopoh, mendengar keramaian itu, “Ada apa?”
“Itu Bu, Adi minum sambil berdiri,” sahut seorang anak perempuan (sebutlah Sari).
“Lho, tapi kenapa Adi menangis?” Bu Guru nampak heran.
“Teman-teman menertawakannya,” ujar Sari.
“Hmm… Anak-anak, minum sambil duduk itu memang berpahala, karena disunnahkan oleh Nabi saw, tapi mempermalukan teman, apalagi sampai menertawakannya beramai-ramai itu perbuatan dosa….. itu termasuk perbuatan zalim yang harus kalian hindari.”
Anak-anak terdiam. Hari itu mereka belajar tentang prioritas amal. Mengamalkan sunnah adalah perbuatan mulia, namun menjaga kehormatan orang lain juga tak kalah pentingnya.