Sains sering dianggap pelajaran berat, sehingga dijauhi anak-anak. Itu dulu, karena paradigma belajar sains di sekolah selalu terbentur pada teori-teori yang harus dihafalkan. Kalau sains itu dilakukan, maka hasilnya sangat menakjubkan. Pengalaman mengamati, menemukan, dan kadang menyimpulkan, lalu mengait-ngaitkan dengan bahan bacaan, melahirkan cara berpikir dan cara bekerja para pecinta sains.
Salah satu tema menarik yang saya peroleh dari buku “The Absorbent Mind” adalah tentang Nature Study. Kegiatan belajar tentang alam memancing anak-anak untuk menyukai sains secara perlahan-lahan. Saya secara tidak sadar sebenarnya sudah melakukannya. Namun penguatan oleh sebuah literatur berdampak lebih besar.
Awalnya sederhana. kami mengajak anak-anak sesering mungkin berjalan-jalan di pematang sawah, melintasi beberapa kebun, sungai, dan melihat-lihat segala sesuatu secara menyeluruh di lingkungn sekitar komplek tempat tinggal kami.
Seperti melihat puzzle dalam gambaran utuh, awalnya anak-anak hanya mengamati selintasan. Namun semakin sering kami berjalan, satu demi satu tetumbuhan akhirnya menarik perhatian mereka. Satu demi satu fenomena mengundang rasa ingin tahu mereka. Saya bisa merasakan manfaat proses tersebut ketika anak-anak sudah makin besar seperti sekarang. Kepekaan mereka terhadap alam sekitar jadi meningkat.
Berkebun
Bukan hasilnya yang terpenting, proses berkebun mengajarkan banyak hal. Awalnya saya sendiri tidak sepenuhnya yakin, apakah mengajak anak berkebun berdampak untuk menumbuhkan nilai positif pada anak-anak. Namun lama kelamaan saya jadi percaya. Keajaiban-keajaiban yang nampak pada fase kehidupan tumbuhan, berjumpa dengan beragam serangga berbagai ukuran dan warna menjadi jembatan untuk mengenal kebesaran Allah SWT.
Sains itu sebenarnya menarik untuk ditekuni.