Suatu hari saya diliputi perasaan agak “terganggu”. Seseorang di sekitar rumah akan melangsungkan hajatan.
Memang sudah hal lumrah bagi para penghuni kempleks yang mau melakukan perhelatan, menggunakan space jalanan sebagai area pesta. Saya pun memaklumi. Namun tak seperti lazimnya saya lihat, jalanan dari ujung blok, tepatnya di depan rumah kami, hingga dua per tiganya (jika semua kavling terisi rumah, panjangnya kurang lebih melewati 14 rumah) telah ditutup bahkan 4 hari sebelum hari H. Otomatis kendaraan nggak bisa keluar masuk garasi. Dan tanpa diminta, terpaksa kami parkir di tempat yang jauh dari rumah.
Tak hanya itu, sebelum pemasangan tenda, si empu hajat datang. Ia mempersoalkan tanaman dari halaman kami yang menjulur keluar pagar. Dari pembicaraan itu, ia memberikan pilihan hanya dua, menarik tanaman ke dalam pagar atau ia sendiri yang membabatnya. Ia mungkin ia tak ingin space undangan terganggu tanaman. Saya coba memaklumi, walau bagi saya hal itu berlebihan. Dan karena tanaman itu rapuh saat ditarik ke dalam, akhirnya saya mematahkannya dengan sedikit sedih. Tapi saya coba menghibur diri, tak apalah, hanya tanaman, nanti juga tumbuh lagi. Kepentingan manusia jauh lebih besar. Namun untuk berlapang dada itu ternyata enggak mudah.
Sehabis maghrib, di luar rumah agak ramai. Nampaknya sedang berlangsung pemasangan sisa-sisa rangka tenda. Tak masalah, saya lanjut membaca Quran setelah sholat. Namun entah mengapa, selain suara denting besi dan perkakas, tiba-tiba terdengar musik dangdut diputar. Konsentrasi saya agak kacau. Bacaan jadi salah-salah. Tapi saya coba terus baca sampai selesai surat Fushshilat (41) dengan perasaan yang kembali “terganggu”.
Sambil menghela napas yang tak lega, saya coba abaikan suara musik itu dan mulai membaca terjemahan Quran untuk mengambil pelajaran. Dan tahukah teman, saya tertawa kecil dalam hati ketika sampai pada terjemahan ayat yang berbunyi:
“Sifat-sifat baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.”
Seolah menjadi kebiasaan, acapkali menemukan sebuah masalah, yang dilakukan pertama kali adalah “mengadili” orang lain, baik dengan hujatan verbal maupun bisikan hati. Padahal, selain mencari kesalahan orang, ada pilihan lain yang bisa kita ambil, yaitu mencari “dalil” bagi diri kita sendiri agar kita bisa bersikap benar dalam menghadapinya.
Sesungguhnya Al Quran itu memang bukanlah bacaan biasa. Di dalamnya ada petunjuk dan obat bagi hati, untuk bersikap benar dan adil.