Subjek-subjek pelajaran yang ada di sekolah kemungkinan awalnya tidak terstruktur seperti sekarang. Semua berserak-serak dalam beberapa temuan terpisah, sebagaimana watak segala sesuatu yang alami. Para ilmuwanlah yang kemudian menyusunnya menjadi sebuah tahapan sistematis.
Tahapan-tahapan itu sendiri, bagi saya, lebih pada tujuan agar tidak ada materi yang luput daripada efektivitas. Pada kenyataannya, cara yang paling efektif bagi seseorang, bisa jadi tidak sama bagi orang lain. Setidaknya bagi saya, belajar paling efektif justru lewat aktivitas nyata yang bisa jadi tidak terstruktur.
Beberapa contoh pelajaran yang bisa diintegrasikan dengan dunia nyata adalah matematika, bahasa Indonesia, sains, geografi, dan agama. Berarti, nyaris semuanya, bukan? Hal itu masuk akal, karena semua teori itu pada dasarnya bermula dari persoalan di dunia nyata. Oleh karena itu, untuk lebih memahami teori, pembelajar sebaiknya dibawa pada dunia nyata yang relevan.
Belajar matematika tahap awal, misalnya, bisa kita lakukan sambil anak bermain balok (jika usia mereka masih balita) atau bermain dengan hewan peliharaan di luar rumah. Lewat permainan itu, anak bisa berinteraksi langsung dengan bentuk-bentuk geometris, belajar konsep bilangan, dan berhitung.
Setelah mereka besar dan mengenal komputer, anak bisa bermain-main dengan membuat bentuk geometris lewat komputer dan mencari bentuk-bentuk yang sama dalam dunia nyata.
Jika anak sudah mahir komputer, mereka bisa belajar untuk mempraktikkan konsep penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, lewat kegiatan membuat sebuah kartu ucapan misalnya. Menghitung margin kertas dan membaginya menjadi beberapa bagian adalah bagian praktis yang tanpa sadar akan mengasah kemampuan berhitungnya.
Dalam bentuk lain, anak yang sudah agak besar bisa dilibatkan mencatat pemasukan dan pengeluaran bulanan, berbelanja dan menghitung kembalian, atau bahkan berjualan untuk makin meningkatkan pemahaman tentang konsep berhitung sederhana.
Contoh lain, saya coba menawarkan pada putri saya untuk memasukkan data ongkos kirim di website toko online. Tahapannya dimulai dari kota-kota besar dan kota kabupaten. Ia mengumpulkan data ibu kota kabupaten di seluruh propinsi dari ATLAS, dan akibat dari kegiatan itu, tanpa sadar ia jadi mengenal nama-nama wilayah demografi Indonesia.
Meskipun belum seluruh pelajaran bisa saya integrasikan, namun konsep belajar seperti ini selalu menjadi bahan pemikiran saya dan melandasi setiap perencanaan belajar anak-anak dan juga saya yang masih harus banyak belajar.