Hari Sabtu lalu, sehabis mengantar anak-anak ke lokasi ujian kungfu, kami pulang melewati jalan menurun di bumi perkemahan Kiara Payung. Di salah satu lintasan, sebuah mobil putih melaju dari arah berlawanan. Suami saya bilang, “Itu kayaknya anak kungfu juga.” Karena ragu, kami jalan terus.
![1](http://pendidikanrumah.com/wp-content/uploads/2017/08/1-300x200.jpg)
Selang beberapa detik setelah berpapasan, pengendara mobil itu melambaikan tangannya. Ia memberi kode kepada kami untuk berhenti. Ternyata memang benar, sepertinya ia mengenal kami. Sayangnya, karena momentum lambaian tangan itu agak mendadak, suami saya juga menghentikan mobil agak mendadak. Akibatnya, dua pengendara motor di belakang kami yang juga sedang melaju kencang, tidak bisa mengendalikan kecepatannya. Bruk! aja motornya menabrak bumper belakang mobil.
Efek dari rasa kaget, selama beberapa saat kami semua (saya, suami, dan dua orang pengendara motor di belakang) terdiam saling menunggu reaksi. Tapi akhirnya saya memutuskan segera turun untuk mengetahui apa terjadi, siapa tahu ada bagian motor yang rusak, sehingga perlu kami ganti, dan sekalian menemui kawan yang melambaikan tangan di mobil putih.
Tapi mengejutkan, baru saja saya turun dan hendak menutup pintu mobil, pemotor yang awalnya terdiam, langsung membelokkan motornya ke kanan dan tancap gas. Saya terbengong sejenak dengan perasaan yang kurang nyaman. Mau memanggil para pemotor itu untuk bilang, “Hei, saya bukan mau menyalahkan kalian!” Situasinya sudah tak mungkin. Semua berlangsung begitu cepat.
Sewaktu saya lihat bumper belakang, mobil kami baik-baik saja, tak ada satupun yang rusak, namun ada pecahan lampu tertinggal di sana. Dan sewaktu saya berjalan ke arah mobil teman saya, di jalan juga nampak teronggok pecahan lainnya.
Teman saya meminta maaf karena ia merasa telah jadi penyebab insiden itu terjadi. Sebenarnya ia menghentikan kami hanya untuk menanyakan posisi lokasi ujian. Setelah saya tunjukkan, kami berpisah.
Sepanjang perjalanan pulang saya masih terheran-heran, berpikir, mencoba memahami jalan pikiran kedua pemotor, mengapa mereka menghindar, padahal merekalah yang jadi korban sebenarnya. Saya jadi ingat salah satu materi dalam naskah yang sedang saya sunting. Saat terjadi masalah, hampir setiap orang cenderung akan mengambil keputusan berdasarkan pengalaman sebelumnya, entah yang berakhir baik maupun buruk.
Bisa jadi, para pemotor itu pun sama. Mereka pernah punya pengalaman yang kurang enak ketika peristiwa serupa terjadi. Mereka akhirnya memilih pergi daripada harus keluar biaya tak terduga. Sayangnya, perkiraan mereka keliru hari itu. Mereka telah keliru memilih dasar pemikiran dalam mengambil keputusan. Akan tetapi, apapun alasan para pemotor itu, pasti ada hikmah di baliknya. Saya mencoba berintrospeksi, Wallahu’alam bishshowwaab.