Kemarin (21 Juli 2016) kami membedah lagi pelajaran tentang penjumlahan dan pengurangan bilang bulat (Materi Matematika Kelas 7 SMP). Ada perdebatan kecil dari Luqman tentang operasi hitung ini. Rupanya, meski sudah ikut UN SD, ia masih tidak terima (tepatnya bertanya mengapa) atas cara memperoleh hasil pengurangan minus dikaitkan dengan notasi (cara penulisan) soalnya.
-7-3= -7+-3 (kritik Luqman=mengapa cara penulisan soal tidak langsung dengan versi kanan)
-7-(-3)=-7+3 (mengapa dalam operasi pengurangan ada perkalian, dan mengapa minus kali minus hasilnya plus)
Nggak mudah juga buat “guru” jika belajar disertai pertanyaan yang mengarah kepada pemahaman konsep. Karena gurunya juga berarti harus benar-benar mengerti sehingga mampu menjelaskan tak hanya dengan cara guru memahami namun juga dari sudut pandang “murid”. Tapi kesimpulan sementara, mungkin ini tak beda dengan ketika anak-anak Indonesia awalnya tak terima kata Inggris “Tree” dibaca “Tri” atau “The” dibaca “Dhe”. Karena menurut hasil diskusi, cara penulisan (notasi) angka apapun dalam operasi hitung matematika adalah hasil kesepakatan para ilmuwan agar semuanya memiliki pemahaman dan tafsir yang sama.
Dan prasangka baiknya: anak justru sedang terarah untuk benar-benar memahami dasar pemikiran dengan “protes”nya. Dan ini bisa menjadi modal dia agar tak gampang tergiring sebaran opini tanpa memeriksa kebenarannya. Dan perdebatan kecil saat belajar sebenarnya salah satu seni agar proses KBM nggak bikin ngantuk 😀