Setelah mencoba hidroponik cara sederhana, kali ini kami mulai bereksperimen menggunakan perlengkapan dan peralatan yang lebih rapi. Azkia mengisi pagi hari dengan memotong-motong rockwool, yang akan menjadi tempat melekatnya akar tanaman. Rockwool ini bisa digunakan sebagai pengganti arang sekam dalam fase pertumbuhan sayuran ataupun pada fase perkecambahan saat menyemai. Setelah dipotong-potong, benda antik ini direndam air lalu dimasukkan ke dalam net pot (pot kecil yang berongga banyak) dan tray (wadah semai). Kami gunakan botol plastik bekas untuk menampung cairan nutrisi dan meletakkan net pot.
Kegiatan ini bagi saya merupakan ikhtiar untuk terlebih dulu menumbuhkan kesukaan Azkia terhadap pelajaran-pelajaran sains sebelum kembali memasuki tema-tema pelajaran terstruktur. Belajar berdasarkan buku paket SMP untuk sementara saya hentikan. Saya selalu merasa lebih yakin, belajar tanpa rasa senang atau setengah hati (hanya demi kewajiban) tidak akan memberi pengaruh yang banyak dalam membentuk pemahaman. Ruh belajar harus ikut hadir ketika anak mempelajarai sebuah topik. Jika tidak, maka waktu akan terbuang sia-sia.
Sejak membaca “Revolusi Sebatang Jerami” karya Masanubo Fukuoka, saya selalu terinspirasi oleh konsep “Tumbuh Di Lahar Subur”. Jika tanah pertanian itu subur, maka pupuk tambahan sebagai faktor eksternal nyaris tidak diperlukan lagi. Banyak orang tidak sabar justru pada tahap mengkondisikan lahan agar ia selalu subur secara alami. Pendidikan anak bagi saya tak ada bedanya dengan proses pertanian. Seringkali kita lebih fokus untuk mengumpulkan bahan ajar, namun lupa dan abai dalam mengkondisikan otak dan hati anak agar “menyala”, sehingga muncul motivasi secara internal. Api semangat menurut saya tidaklah ada tandingannya. Percikannya akan membuat seseorang bergerak tanpa komando, bukan seperti keledai yang didorong-dorong atau ditarik-tarik. Wallahualam.