Memaknai Kepingan 3R
(Bagian 1 — Reduce)
Reduce (mengurangi), menurut paparan seorang pakar lingkungan, lebih tinggi urgensinya dibandingkan tahapan lain prinsip 3R. Dibandingkan dengan berpayah-payah mendaur ulang, atau repot memikirkan ide untuk menggunakan ulang barang-barang bekas, maka mengurangi pembelanjaan yang berlebihan akan jauh lebih efektif untuk menekan laju penumpukan sampah.
Namun selain beririsan dengan urusan sampah, saya juga menemukan hal lain yang berharga dari prinsip reduce, yaitu tentang mengatur prioritas dan menahan diri dari keinginan-keinginan yang tiada batasnya.
Setelah beberapa kali saya dan anak-anak mencoba memelihara ulat untuk mengetahui proses metamorfosisnya, saya menemukan tautan yang menarik dengan tema ini. Ulat itu pada awalnya kecil sekali saat menetas dari telur. Setelah menyantap lembar demi lembar daun, tubuhnya berubah menjadi berisi dan bahkan sangat gemuk. Setelah tubuhnya makin besar, dengan ilham dari Allah Yang Mahapengasih, ulat ternyata tidak terus-menerus makan. Ia kemudian mematuhi sunnatullah untuk dirinya, yaitu memasuki fase berhenti makan.
Biarpun ada setumpuk daun baru di sekelilingnya, jika fase “tidak makan” itu tiba, ia sama sekali tidak menyantapnya. Ulat akan mengambil posisi menggelantung dengan berbekal sejenis “benang” tipis yang ia lekatkan di ujung benda apapun yang terdekat dengan dirinya. Beberapa hari ia lalu “berpuasa” dalam posisi itu. Dan, berubahlah ia menjadi makhluk yang berbeda, yang lebih ringan tubuhnya sehingga ia bisa terbang dan mampu melihat dari ketinggian, yang lebih cantik rupanya sehingga ia dipuja setiap mata, dan menyantap makanan yang berbeda dari sebelumnya.
Perjalanan manusia, dengan serangkaian hasrat terhadap benda-benda dan hal-hal fisik lainnya sepertinya juga tak jauh beda dengan kisah sang ulat. Bedanya, manusia ditakdirkan punya kemerdekaan memilih. “Berpuasa” atau “terus makan” di tengah berlimpahnya karunia Allah, merupakan pilihan bebas. Namun apapun pilihan kita, setiap pemenuhan hasrat akan berjumpa dengan konsekuensinya. Semakin banyak benda yang kita beli, akan semakin banyak juga waktu yang kita perlukan untuk mengurus mereka. Semakin tidak terpakai barang-barang di rumah kita, akan semakin berat pertanggungjawaban kelak. Tanpa sadar, kemerdekaan sebenarnya terambil oleh repotnya mengurusi hal-hal semacam itu. Jiwa kita bisa jadi tidak bisa seringan kupu jika dibebani dengan begitu banyak tanggung jawab yang harus kita pikul.
Karena itu, dalam prinsip reduce diajarkan, “Pikirkan sekali lagi, lagi, dan lagi sebelum kita belanja barang baru. Benarkah barang-barang itu benar-benar kita perlukan atau sebenarnya masih bisa diganti fungsinya dengan benda-benda lama.” (Bersambung)