Sore tadi, satu buah sukun di depan rumah jatuh ke jalan. Karena sudah masak, tak terelakkan si sukun tak lagi berbentuk, dan justru menyisakan potensi orang terpeleset. Saya tahu, tapi sedang tanggung bersih-bersih. Jadi, dibiarkan saja. Sesudah itu, ada orang lewat, ia pun hanya berkomentar, kemudian berlalu setelah meliriknya.
Tak lama kemudian, anak laki-laki saya pulang. Ia ikut papanya mengantar kakak les. Ia bergidik melihat sukun penyek dan berusaha menyingkirkannya memakai raket.
Saya: Pakai sekop, De. Ambil 2 sekopnya.
Ia mengikuti saran saya, walau beberapa detik tetap berusaha memakai raket. Sambil menahan aroma sukun masak, yang tidak ia sukai, masalah akhirnya bisa diatasi.
Saya: Wah, hebat. Ade sudah jadi bagian dari solusi.
(Dia nyengir)
Luqman: Eh tadi juga, Mah, di depan kan ada pagar bambu tumbang, condong ke jalan. Kata Papa, “Nanti pulangnya kita benerin, De.”
Saya: Terus?
Luqman: Iya, barusan pas pulang, papa berhenti dulu, turun dulu. Dibenerin pagarnya.
Terhubung lagi dengan konsep “Design Thinking” Kiran Bir Sethi.
Bagaimana melatih anak-anak untuk terlibat memikirkan solusi atas persoalan di sekitarnya. Saya kira, dalam skala rumah, tetap saja, cara paling ampuh adalah lewat contoh nyata dari orang tua, dimulai dari hal-hal kecil.