Suatu sore sepupu saya datang, mau minta hard disk bekas, barangkali ada.
“Mau ngambil dinamonya,” ujarnya.
Tiba-tiba Luqman tercenung, lalu bertanya kepada papanya, “Emangnya di dalam hard disk ada dinamo?”
“Iya. Kenapa gitu?” tanya Papanya.
“Masih ada Pah hard disk bekasnya?”
“Ada kayaknya. Coba aja cari.”
Setelah dibongkar kumpulan barang bekas, ternyata memang ada.
Sesudah itu, tak terhentikan dia asyik dengan hard disk itu.
Tapi sayang tak ada obeng yang cocok. Hard disk tak bisa dibuka.
Tapi ia menemukan 3 CD ROM bekas, dan ia pikir mungkin ada dinamonya juga, apalagi ada obeng yang cocok untuk membukanya.
Didapatlah 3 dinamo. Namun ia punya permintaan, ingin membeli satu set obeng kombinasi.
Papa mengantarnya ke pasar, tapi uangnya pakai uang tabungan dia sendiri.
Perjalanan tak berhenti di situ. Ia mengambil drone mainan yang sudah rusak. Diambil baling-balingnya, dan entahlah saya sendiri sedang punya banyak kesibukan, tak tahu ia mau membuat apa.
Belakangan baru ia cerita, bahwa ia ingin mencoba mengubah baling-baling drone menjadi baling-baling kapal air. Tapi bentuk baling-baling drone tidak sesuai untuk bergerak di air.
Ia menggantinya dengan membuat sendiri dari bekas kotak CD.
Ia berhasil membuatnya berputar menggunakan dinamo dari CD ROM bekas dan daya listrik dari baterai kecil.
Masalah berikutnya, ada komponen yang harus disolder, sedangkan solder hilang entah ke mana. Seharian ia keliling terus mencari solder, sampai saya pusing sendiri melihatnya 😀 . Dan solder tidak ditemukan.
Akhirnya, terpaksa ia membeli solder, dari sisa tabungannya.
Dan pagi ini (29 Juli 2016), ia menyelesaikan pe er yang tertunda kemarin.
Papa menonton, jadi supervisor, tapi juga menahan diri untuk tidak intervensi 😀
Hanya sesekali saja mengomentari cara penyolderan.
Dua kali “kapal” di bawa ke ember berisi air tapi putaran baling-balingnya salah arah.
Hasil solderan dilepas lagi.
Setelah perbaikan yang ke-3 kali, baru ia bilang, “Berhasil! kapalnya bisa berjalan di air.”
Kapal yang ia maksud sebenarnya hanya sebuah kotak plastik.
“Nanti, tinggal bikin model kapal yang lebih sempurna,” ujarnya.
Sesudah rasa penasaran tahap pertama selesai. Ia mengajak kakak bermain bulu tangkis. Subhanallah, walhamdulillah. Memang harus diakui, memberi ruang untuk berantakan, untuk mencoba, untuk bereksperimen, adalah salah satu bentuk fasilitas terpenting yang bisa diberikan orang tua kepada anaknya yang suka “ngoprek”. Hargai prosesnya, apresiasi sekecil apapun progress-nya.