Berlatih menggunakan clay tanah liat di kelas visual arts hanya berlangsung dalam 3x pertemuan. Sesudah itu anak-anak dikenalkan pada penggunaan media lainnya. Nah, Luqman kan biasanya cenderung mengulang satu media kreasi hingga berkali-kali, puluhan, atau mungkin ratusan kali. Alhamdulillah menemukan suplier tanah liat. Jadi, Luqman bisa melanjutkan kreasinya.
Luqman menyebut kreasinya ini Triceratops dan Brachiosaurus, dua di antara sekian banyak “bangsa” Dino. “Hewan” purba ini nampaknya memang selalu menakjubkan bagi anak-anak generasi manapun. Editor senior, Pak Bambang Trim, pernah bercerita bahwa Si Dino memang nggak ada matinya, bahkan dari sisi penjualan buku, selalu laris manis.
Sejak umur 2 tahun Luqman sudah kenal dinosaurus dari ensiklopedi. Lembaran kertasnya sampai lecet dan robek-robek, saking seringnya dibuka. Sebelum bisa membaca, buku ini dibacakan papanya atau kadang kakaknya. Ia sangat hafal bentuk, bagian tubuh, dan nama-nama sang dino. Beberapa kali ia membuat tiruan dino dalam bentuk gambar. Namun kemudian ia mencoba membuat replikanya dalam bentuk boneka kertas. Saya harus cari foto dokumentasinya 🙂 Karena di dalamnya ada orisinalitas karya. Saya tidak membantunya sedikitpun. Ia yang membuat pola, menggunting, dan merangkainya. Melihat karyanya dari clay sore tadi, saya seperti diingatkan, betapa melekatnya sosok makhluk purba ini di kepalanya 😀