Dulu saya takut menggunakan cat air saat menggambar. Dan saya terkejut, banyak anak yang saya temui akhir-akhir ini juga mengungkapkan hal yang sama. Saya belum bertanya secara khusus kepada mereka apa alasannya, namun salah seorang anak pernah berkata, “Bu, takut jelek.”
Kalau kita dalami, rasa gamang, takut salah, takut gagal, minder, takut dinilai, dan hal-hal semacam itu, diam-diam banyak menyelimuti pikiran beberapa anak manusia. Penyebabnya pasti ada, entah tekanan hidup di masa kecil, tekanan dari lingkungan sekitar atau keluarga, dan lain-lain. Persisnya, tentu mereka masing-masing yang tahu. Dan saat bersentuhan dengan cat air, perasaan-perasaan yang terpendam itu seolah reflek menampilkan dirinya. Mengapa?
Cat air memiliki karakter yang unik. Ia mudah dicampur, bisa mengalir bebas di atas kertas, bisa menghasilkan bermacam variasi warna, dan karena diaplikasikan dengan kuas, tangan kita akan lebih lincah dan ringan bergerak dibandingkan ketika memakai pensil, krayon, atau pastel. Semua karakter itu melukiskan dan mewakili kemerdekaan jiwa dari tekanan-tekanan. Dan kalau boleh saya berhipotesa, nampaknya sifat cat air yang demikian itulah yang menyebabkan sebagian anak, terutama di usia 8 tahun ke atas, merasa takut menggunakannya.
Setelah masuk sekolah, anak-anak tanpa sadar telah dibawa kepada situasi yang teramat serius. Mereka bukan hanya diajak untuk tahu isi berbagai mata pelajaran, namun juga diajak mengerti sekaligus menjalani apa yang disebut dengan sistem penilaian, tentang tugas-tugas, tentang bagus dan jelek dan hal-hal lainnya semacam itu. Hal itu berjalan hampir setiap hari dan secara tidak langsung membentuk sebagian dari karakter mereka.
Beberapa anak mungkin berhasil menjadikan semuanya itu sebagai tantangan, dan ia bersemangat, namun bagi sebagian yang lain, situasi itu justru malah mengakumulasikan kecemasan dan rasa tertekan serta menipiskan perasaan merdeka dalam mengeluarkan isi hati dan pikiran mereka. Efek jangka panjang ketika anak-anak dihantui perasaan negatif seperti itu, adalah sikap yang ragu, tidak percaya diri, takut salah, dan tidak berani mengambil keputusan.
Walau saya belum tahu apakah analisis saya benar atau tidak, namun saya merasa tertarik untuk mencoba menjadikan kegiatan melukis dengan cat air, sebagai sarana terapi, minimal untuk menumbuhkan kembali jiwa seni di dalam diri anak-anak. Jika hal-hal formal di sekolah telah mengajari mereka tentang keteraturan dan penilaian, saya kira seni bisa menjadi penyeimbang agar anak-anak juga memiliki kelenturan berpikir dan bejiwa kreatif.
Jika teman-teman juga ingin menguji hipotesa saya, silakan buat acara yang sama di tempat masing-masing ^_^.
Catatan:
Brosur ini untuk anak-anak di perpustakaan kami, dibuat menggunakan Inkscape ^_^.