Harus saya akui, jenis bacaan bisa mempengaruhi pertumbuhan wawasan dan juga cara pandang saya terhadap berbagai persoalan. Namun baru beberapa bulan terakhir ini kami menyadari, bacaan anak-anak kami ternyata masih berkutat di jenis dan level yang sama dengan tahun-tahun ketika mereka belum di usia “teen”.
Padahal seperti halnya makanan fisik, di mana perlu ada perubahan kepadatan dan tekstur di setiap tahap pertumbuhan, bacaan sebagai makanan “otak” pun nampaknya demikian. Untuk meningkatkan daya pikir dan nalar, jenis dan level kesulitan bacaan sebaiknya dinaikkan terus setahap demi setahap. Di sekolah-sekolah di Barat, hal itu sudah diberlakukan. Ada daftar rekomendasi buku bacaan di tiap grade. Tapi di sekolah-sekolah kita mungkin belum.
Dan sekarang kami sedang tercengang-cengang, melihat Luqman, yang sebelumnya masih terpaku dengan Lima Sekawan Enid Blyton, dan nggak mau baca buku lebih tebal, mulai “melahap” serial anak-anak mamak, karya Tere Liye (Burlian, Pukat, Amelia, dan Eliana). Sudah buku ke-3 dalam seminggu ini. Meski tergolong lambat dibandingkan anak-anak yang sudah melaju pesat minat literasinya, minimalnya ada progress. Walau bacanya tetap dengan gaya khas, “teu daek cicing”, bersyukur aja ^_^ .