Memaknai Kepingan 3R
(Bagian 2— Reuse)
Sebelumnya, saya tidak terlalu mempersoalkan esensi penggunaan barang lama. Di Indonesia, penjualan barang “second” juga memang biasa dan bisa jadi malah cukup besar omsetnya. Di kota Bandung, misalnya, kita mengenal beberapa titik penjualan barang bekas untuk berbagai produk. Sebut saja misalnya pasar Banceuy yang menjual barang elektronik bekas, pasar Cikapundung, Suci, dan Palasari yang menjual buku bekas, atau lapak-lapak penjualan baju bekas di bilangan Gedebage, Cicadas, dan beberapa pasar lainnya memanjakan para penyuka fashion yang ingin gaya tapi tak ingin menguras dompet terlalu banyak. Konsep reuse tentu saja lebih dari sekadar untuk menghemat uang dengan cara membeli barang berharga murah. Reuse justru merupakan efek lanjutan dari prinsip pertama 3R, yaitu reduce (mengurangi). Tidak peduli barangnya bekas atau baru, jika kita tetap berlebihan dalam berbelanja, akan terjadi penumpukan yang sia-sia di rumah kita.
Selagi masih ada barang lama yang bisa dipergunakan, pembelian baru sebenarnya bisa ditangguhkan. Hal itu akan besar pengaruhnya dalam menekan jiwa konsumtif kita. Sekali kita memperturutkan keinginan belanja barang apapun yang kita inginkan, maka biasanya akan diikuti dengan hasrat belanja hal lainnya yang juga meronta untuk dipenuhi. Tanpa sikap menahan diri, kecenderungan untuk belanja berlebihan akan terus menguasai kita dan menjadi watak yang sukar untuk dihilangkan.
Dalam skala yang lebih besar, jiwa konsumtif itu merupakan benih yang bisa memicu kita melakukan dosa lainnya. Tak sedikit orang terjerat riba yang menyusahkan mereka, hanya gara-gara tak sabar untuk memiliki HP baru, televisi baru, kamera baru, mobil baru, dan lain sebagainya. Padahal sudah jelas Allah menegaskan tentang betapa jeleknya riba bagi manusia. Korupsi yang kini merajalela, bisa jadi juga merupakan buah dari jiwa konsumtif yang diperturutkan. Andai setiap orang merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, maka ia tidak akan memabi-buta memenuhi hal-hal yang belum sanggup mereka beli.
Anak-anak perlu mengenal konsep reuse sebagai gaya hidup yang keren dan mereka bangga dengan sikap itu. Karena ketika segala macam barang canggih kini bak kacang goreng di tengah-tengah kita, tidak sedikit anak yang akhirnya terbius dengan keinginan untuk memilikinya, meniru teman-temannya. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jiwa mereka jika kita tidak melatihnya sejak dini. Dan teladan itu tentu saja harus berasal dari orang tua. Karena itu, saya mulai belajar untuk menggunakan kertas bekas untuk print worksheet, menggunakan kemasan-kemasan bekas sebagai pot, merekonstruksi baju-baju lama supaya bisa dipakai kembali, mereparasi sendal jepit, dll.
Di era internet, sebenarnya ide-ide reuse bisa kita peroleh dengan mudah dengan melakukan browsing. Coba saja ketik kata kunci “reuse idea”, maka akan kita temukan begitu banyak contoh-contoh penggunaan kembali barang-barang bekas. Kreativitas juga nampaknya “dipaksa” tumbuh ketika kita memutuskan untuk menjadi reuse sebagai gaya hidup 🙂
Berikut ini beberapa tautan yang memuat ide-ide reuse: